Tidak Cukup di Klinik Tumbuh Kembang, Inilah Tahapan Terapi Anak ADHD di Rumah!


Berenang
Dia suka sekali bermain air. Anw, itu pelangi betulan loh, bukan rekayasa, heheheee.
Sumber Foto: Pribadi

Hi Smart Parents!

Seperti yang sudah sempat aku ceritakan sebelumnya kalau anakku yang kurasa normal-normal saja, ternyata didiagnosa sebagai anak ADHD dan membutuhkan terapi, sedangkan menunggu sekitar 400an anak berkebutuhan khusus yang memerlukan terapi juga, akhirnya setelah 4 hari konsul dokter, anakku dapat seat untuk terapi juga!

So Parents, jadi terapi di klinik tumbuh kembang anak salah satu rumah sakit yang cukup ternama di kotaku, menggunakan sistem polling setiap harinya untuk dapat mengikuti terapi ataupun konsul dokter.

Nah, jadi sistemnya kan dua kali terapi plus satu kali konsul dokter, dimana dokter spesialis tumbuh kembang anak, harus tahu mengenai perkembangan anak tersebut setelah terapi, kemudian barulah diputuskan kembali apakah anak tersebut masih memerlukan terapi atau tidak oleh sang dokter.

Baca juga:

Polling akan dibuka setiap harinya pada jam-jam tertentu, misalnya orang tua yang anaknya mendapatkan jadual terapi pada tanggal 30 April 2025, maka orang tua diwajibkan mengikuti polling pada tanggal 29 April 2025 jam 3 sore.

Sedangkan jika pada tanggal 30 April 2025 si anak mendapat jadual konsul dokter, maka orang tua harus mengikuti polling pada tanggal 29 April 2025 jam 8 pagi.

Kecuali pada hari libur nasional ya Parents, karena setiap tanggal merah, maka klinik tumbuh kembangnya juga tidak beroperasi, tapi polling tetap berjalan pada tanggal tersebut untuk mendapat seat pada hari kerja keeseokannya.

Happy banget tentunya bagi aku yang sudah sempat mendapat seat terapi sebanyak 4 kali untuk anak bungsuku.

Kalau orang lain war tiket untuk nonton konser, kalau aku war tiket untuk mendapatkan tiket terapi maupun konsul buat anakku dan sudah 5 kali sukses! Hiks, terharu deh!

Si bungsu sudah menjalankan 2 kali terapi plus 1 kali konsul dokter, dengan dua kali terapi lanjutan lagi. Nah, hari jumat tanggal 02 Mei 2025 adalah jadual anakku untuk kembali lagi konsul dokter, oleh karenanya hari sebelumnya yang jatuh sebagai hari buruh nasional (01 Mei 2025), aku wajib war tiket konsul lagi alias ikut polling!

So, kali ini aku ingin cerita sedikit nih mengenai sistem rumah sakit tempat anak bungsuku ini konsul dan terapi dalam memantau dan meningkatkan tumbuh kembang seorang anak.

Gini loh Parents, terapi di klinik hanya mendapat seat maksimal sebanyak dua kali dalam seminggu, sehingga turut serta Moms and Dads dalam memantau tumbuh kembang anak juga sangat diperlukan di rumah.

Setiap jadual terapi, Parents selalu diminta membawa buku tulis yang gunanya untuk para terapis menuliskan tentang terapi apa saja yang pada saat itu mereka berikan kepada anak dimana disertai pula catatan-catatan untuk Parents melakukannya juga di rumah kepada anak.

Pengalaman Terapi Anakku

Aku mulai ya sharing-nya?!

  • Rehab Medik

Rehab Medik yang kumaksud ini adalah konsul dokter pertama kalinya sebelum diputuskan bahwa anak-anak memerlukan terapi, dalam artian konsul yang berawal dari rujukan dokter spesialis anaknya.

  • Terapi Pertama Kali

Terapi pertama ini semacam seperti placement test di suatu lembaga kursus gitu kali ya? Istilahnya dicari tahu terlebih dahulu bahwa anak ini membutuhkan terapi apa saja.

Setelah dilakukan pengetesan atau terapi, orang tua anak akan dipanggil masuk ke dalam ruangan untuk diberi penjelasan dan arahan.

Ketika itu aku diberi tahu bahwa anak bungsuku ini masih terlalu kekanakan untuk anak seusia dia, dalam artian memang sedikit terlambat, sehingga harus banyak melakukan terapi sensori integrasi, seperti bermain sepak bola, dan sebagainya yang harus dilakukan di luar ruangan.

Aktivitas Outdoor Anak
Seusai terapi,kami langsung rajin tuh main ke taman, main sepak bola, untung emaknya nggak encok, hahahaaa.
Sumber Foto: Pribadi

Terapisnya berpesan, "daripada ibu bawa main ke mall, lebih baik ibu bawa bermain ke lapangan atau taman."

Dalam hatiku, "tau aja kalau emaknya ini anak mall, wkwkkkk."

  • Terapi Kedua Kali

Terapi kali ini, anakku diberi puzzle dan diamati cara dia menyelesaikan puzzle, kemudian diberi pertanyaan-pertanyaan spesifik seperti, "tinggal dimana", "sekolah dimana", dan sebagainya.

Lucunya adalah ketika dia ditanya "tinggal dimana", anakku itu pun menjawab, "di Balikpapan".

Ya nggak sepenuhnya salah sih, wkwkwkkk, tapi kan dimaksud oleh terapisnya adalah menjawab lebih spesifik yang menunjukkan daerah domisili rumahnya.

Nah begitupun ketika dia ditanya "sekolah dimana", dia menjawab "dekat saja". Mungkin maksudnya dekat saja dari klinik karena memang sekolahnya ada di belakang rumah sakitnya, jalan kaki pun sampai. Kalau dari rumah ya jauh, hahahaaa.

Tapi lagi-lagi kan bukan itu ya yang dimaksud oleh terapisnya, melainkan nama sekolahnya dia apa?

Mengenai puzzle, katanya sih dia juga masih suka bingung dan ragu-ragu walau puzzle-nya tipe yang ada gambar bayangannya di belakang.

Selain itu, dia juga diminta menyusun kalimat serta membaca buku untuk diceritakannya kembali. Sayangnya dia juga masih sangat kesulitan, sehingga PR-ku cukup banyak kali ini, yaitu: bermain puzzle, memberi pertanyaan spesifik, menyusun kalimat, dan membaca lalu menceritakan apa yang telah dia baca.

Sesampainya di rumah, aku langsung memborong puzzle dan membimbing dia, dari puzzle 9 pcs sampai dengan 49 pcs dan dia pun berhasil!

Buku Puzzle
Aku sampai membelikan dia Buku Puzzle ini, tapi cuma mengambil 2 seri saja, yaitu yang seri 2 (12 pcs, 16 pcs, 25 pcs) dan seri 4 (25 pcs, 30 pcs, 42 pcs), sesuai kebutuhan, kebetulan dia sudah lulus puzzle 9 pcs dan di rumah juga sudah ada puzzle yang 49 pcs. Sumber Foto: Pribadi

Beli Buku Puzzle-nya klik di sini.

Begitupun dengan pertanyaan-pertanyaan spesifik, pada akhirnya dia tahu harus menjawab seperti apa, pokoknya aku terus bertanya tentang 'apa, siapa, kapan, dimana, bagaimana, dan sebagainya', pokoknya semua kalimat tanya kukeluarkan.

Cuma memang dia masih jenuh kalau disuruh membaca. Kadang baru satu paragraf dia sudah bilang, "sudahkah bacanya?"

Belum apa-apa sudah bosan duluan, heheheheee. Ya nggak apa, kita bertahap ya, Sayangku.

  • Konsul Dokter Pertama (Setelah 2 Kali Terapi)

Sebelum masuk untuk konsul dokter, anak-anak yang mendapat seat pada hari tersebut, harus melakukan evaluasi terlebih dahulu oleh salah seorang terapisnya, dan anak-anak langsung masuk semua ke dalam ruangan terapi.

Pada sesi tersebut, mereka dilatih sensori integrasi dan sosialnya dengan teman-teman yang hadir pada saat itu.

Setelah tahap evaluasi, barulah satu persatu dipanggil untuk konsul dokter alias rehab medik.

Nah, sewaktu giliran anakku dipanggil untuk konsul dokter, Bu Dokter memberi pertanyaan-pertanyaan juga secara langsung kepada si anak ini tadi, mungkin dokternya ingin melihat progress perkembangan dia seperti apa. Walau suaranya pelan, dia tetap berusaha menjawab.

Beliau juga menanyakan padaku mengenai sikap impulsifnya dia, apakah masih suka marah dan memukul? Aku bilang masih tapi sudah jauh berkurang.

Kata Bu Dokternya sih itu karena aku sudah membatasinya bermain HP. Memang aku sudah tidak mengijinkannya untuk bermain ponsel, alhamdulillah dia patuh. Mungkin karena mendengarkan nasehat Bu Dokter juga.

Apalagi setiap konsul, anakku di-sounding mengenai hal-hal yang tidak semestinya dia lakukan itu.

  • Terapi Ketiga Kali

Terapi ketiga kali ini, anakku bercerita kalau dia sempat ditanyain mengenai rumahnya dimana dan nama maminya siapa, kemudian dengan bangganya dia berkata bahwa dia bisa menjawab semuanya dengan baik.

Kalau dari terapisnya sendiri, aku harus banyak melatih sensori integrasinya, seperti bermain sepak bola, berenang, dan sebagainya, pokoknya hal-hal yang sebaiknya dilakukan di luar ruangan.

Belajar Renang
Jadilah hampir tiap minggu pas weekend, kami pergi berenang. Dari dia yang awalnya cuma berani glendotan di gendonganku, akhirnya sudah mulai berani pegang di bahu dan punggungku saja.
Sumber Foto: Pribadi

Kemudian aku diminta untuk melakukan permainan yang melatih fokusnya dia, misalnya mungkin lempar tangkap bola, dan sebagainya.

  • Terapi Keempat Kali

Terapi keempat ini, anakku diberi pertanyaan oleh terapisnya secara tertulis, karena kan keluhannya anakku ini adalah susah diminta untuk menulis di rumah maupun di sekolah.

Tapi ternyata dia bisa menjawab dengan tepat loh walau kadang untuk menulis huruf konsonan bertemu dengan konsonan selalu terbalik dengan huruf vokalnya. Dia maunya selalu ada konsonan bertemu vokal, kecuali 'ng' diakhir kalimat.

Misalkan saja jika anakku ini disuruh menulis 'patra', kan 't' bertemu dengan 'r' tuh, dia bisa menulisnya terbalik, yaitu menjadi 'patar' loh!

Nah, pertanyaan secara tertulis oleh terapisnya adalah sekolah dimana, kemudian nama temannya siapa saja. Dia bisa tuh menjawab dengan tepat.

Di sini aku takjub juga karena anakku bisa mengenali teman-temannya dengan cepat juga, padahal dia baru pindah sekolah sekitar satu bulan di sekolah yang baru ini.

Kemudian pesan dari terapisnya adalah jangan menyanggah anak ketika menulis. Biarkan saja dan koreksi belakangan. Lalu sarannya lagi, sebaiknya anakku juga mengikuti les private agar rutin didampingi untuk menulis, karena kata terapisnya pula memang cara anakku ini menggenggam pensil masih sedikit lembek.

Malah awalnya aku diminta mencarikan pendamping untuk di sekolahannya, namun aku langsung jujur memberi tahu kalau sementara ini aku tidak ingin ada pembeda dulu antara dia dan teman-temannya sehingga belum menyampaikan hal ini secara langsung kepada wali kelasnya, apalagi status anakku ini adalah murid baru di sekolah tersebut.

Agak menyesal sih karena aku terlambat mendeteksi anakku mengalami sedikit keterlambatan tumbuh kembang sehingga dia sempat satu semester tertekan di sekolahnya yang dulu.

PR dari terapisnya kali ini adalah berlatih motorik halusnya serta keberaniannya, karena anak bungsuku ini memang terlihat jelas sekali keminderannya. Dia seringkali merasa tidak mampu terlebih dahulu untuk melakukan sesuatu. Cenderung tidak berani mencoba.

Contohnya saja yang baru-baru ini terjadi, untuk mengasah keberaniannya berenang di kolam yang dalam bagi anak seusianya dengan menggunakan pelampung terlebih dahulu, aku mengikutkannya ekskul berenang.

Tapi pada kenyataannya aku kecewa, anakku cenderung terabaikan karena dia sudah menolak duluan untuk mengikuti coach renangnya berenang di kolam yang dalam, padahal didampingi. Akhirnya dia juga hanya main air biasa, sedangkan kalau cuma untuk main air sih mending di kolam renang sendiri saja (apartment).

Jadi aku kudu menemani anakku untuk beraktivitas outdoor yang agak mengacu adrenalin untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Mungkin aku harus mengikuti dia klub-klub khusus juga seperti English Club agar dia lebih banyak bersosialisasi kali ya?

Sampai tulisan ini di-publish, aku masih menunggu jadual rehab medik yang kedua kalinya, karena setelah konsul dokter yang pertama, anakku kan sudah menyelesaikan dua kali terapi lagi, sehingga waktunya ikut polling untuk konsul dokter!

Apakah Ada Perubahan Pada Anakku?

Secara significant mungkin belum begitu terlihat di mata orang-orang di sekitar dia, tapi bagi aku, seorang ibu tunggal yang menjadi temannya berenang, bermain peran menjadi polisi atau penjahat ataupun seseorang yang butuh pertolongan, bermain peran boneka, bermain puzzle, sampai dengan bermain sepak bola di taman, aku merasa dia banyak berubah dibandingkan sebelumnya.

Dia yang sebelumnya cukup impulsif, kalau tersinggung bisa memukul, menendang, bahkan mencakar tangan atau wajahku, suka berbicara dan bertindak kasar, kini sudah lebih bisa menahan emosinya.

Kata Bu Dokternya karena aku telah menghentikan penggunaan ponsel pada dia. Biasanya anak-anak yang kecanduan gadget cenderung lebih impulsif dibandingkan anak lainnya.

Dalam hal ini, aku merasa banget. Seperti tadi ketika dia memegang bungkusan permen yang di dalamnya ada isi beberapa permen gummy yang bentuknya bulat-bulat, dan dalam waktu singkat bungkusannya terbalik sehingga isinya keluar semua habis, aku langsung spontan berteriak dan berkata dengan kesal.

Aku kesal sampai kelepasan begitu karena motorik halus anakku ini memang tidak terlalu bagus. Apa yang dia pegang seringkali jatuh, bahkan sudah dua kali dia memecahkan gelas di rumah. Minum dari gelas kertas sering tumpah, dan sebagainya, sehingga aku ke-trigger untuk marah.

Mungkin efek lelah juga karena kondisinya saat itu dia baru selesai les dimana aku sejam menunggu dia di dalam mobil tanpa AC (hemat bensin, wkwkwkk), kemudian kami masih harus menunggu kakaknya pulang mengaji di Taman Pendidikan Quran (TPQ) juga.

Dulu, jika dia baper karena aku tegur atau marah, dia akan balas memukulku, berucap kata-kata kasar (yang mungkin dia dengar dari youtube), bertambah impulsif jika aku yang kemudian merasa menyesal berusaha memeluk dan menenangkannya.

Berbeda dengan kali ini.

Walau masih melakukan penolakan juga ketika aku peluk dalam keadaan dia sudah telanjur tersinggung akan sikapku, namun dia hanya mendorong tubuhku dengan pelan. Tidak memukul, apalagi menendang, padahal air matanya masih terus menetes.

Hanya saja kadang masih ada celetukan kecil/pelan, "mami pergi saja dari rumah', namun ketika kata-katanya kusambut baik dan aku akting untuk beranjak keluar rumah, anak bungsuku itu langsung menarikku kembali.

Kemudian setelah terapi keempat, malamnya aku meminta dia untuk mengerjakan lembaran tugas yang belum dia selesaikan di sekolah. Kebetulan soal Pancasila, aku meminta dia membaca artikel yang ada pada lembaran sekitar 3 atau 4 paragraf begitu sebelum menjawab soal, dia membaca tanpa komplain walau di sela membaca masih suka bertanya, "kapan selesainya ini?"

Setelahnya ketika disuruh menjawab soal, meski masih dengan bimbingan untuk memahami bacaan beserta pertanyaan soalnya, dia mau menulis sampai pertanyaan terakhir tanpa komplai sedikit pun.

Alhamdulillah pikirku. Ternyata keputusanku untuk membawa dia terapi dan konsul ke dokter mana saja yang berkaitan sudah tepat. Tentunya ada bantuan dari dokter kejiwaan untuk penyempurnaan syaraf otak atau kemampuan berpikirnya melalui sistem medis, kemudian rehab medik untuk sounding-nya, dan terapi guna habit-nya (karena biasa, maka bisa).

Bermain Pasir
Ketika mereka bermain di pantai.
Sumber Foto: Pribadi

Tips Buat Parents yang Anaknya Tertinggal Selangkah dari Kawannya

Kebanyakan parents secara turun - temurun menganggap anak yang tertinggal di sekolah sebagai anak dengan kemampuan terbatas atau malah kurang dibandingkan teman-temannya, ditambah image-nya sebagai anak yang malas belajar.

Sebagiannya bahkan dengan mudah melabeli si anak sebagai anak yang bodoh tanpa memiliki upaya lebih dan peka terhadap tumbuh kembangnya.

'Si bodoh' itu pun diberikan les tambahan dimana-mana, namun ketika prestasinya tidak jua meningkat, julukan 'bodoh' bahkan bisa berubah menjadi 'dungu'. Lalu anak yang tidak naik kelas ditertawakan karena dianggap sebagai anak paling bodoh di kelas, dianggap anak yang tidak bisa diharapkan oleh kedua orang tuanya.

Kalau kesal karena anaknya terlalu bodoh atau menolak untuk belajar di rumah, maka tangan parents yang semacam itu sangat ringan sekali untuk menyentuh keras tubuh anak-anak mereka, baik dengan tangan kosong maupun menggunakan benda apapun yang ada di dekat mereka.

Tapi itu dulu, walau mungkin masaih banyak juga tipe parents yang konservatif semacam itu, yaitu kurang perhatian terhadap tumbuh kembang anak tapi memaksakan kehendak pribadi.

Kalau sekarang, semakin maraknya artikel parenting yang mudah diakses di media online maupun konten-konten visual yang di-publish melalui media sosial, semakin banyak orang tua yang sudah mulai peka terhadap tumbuh kembang anak dan mau mengikuti konsep parenting yang sebenar-benarnya.

Ini dia tipsnya:

  • Bebaskan anak dari gadget (no TV, no tablet, no ipad, no smartphone, etc)

Bukan dikurangi ya Parents, tapi benar-benar dihentikan pemakaiannya.

  • Perbanyak Aktivitas Outdoor

Tapi pastikan aktivitas yang dilakukan adalah aman dan nyaman untuk anak-anak seusianya. Jangan takut kotor dan noda. Ingat slogan salah satu iklan detergen, "kalau nggak ada noda ya nggak belajar."

Baca juga:

Biarkan saja anak anda berlarian di atas padang rumput maupun di atas pasir pantai tanpa alas kaki. Kalau perlu ketika bayi sudah diajak merangkak di pasir dan rerumputan.

Motorik Anak
Bebaskan mereka berekspresi!
Sumber Foto: Pribadi

Bermain sepak bola, lempar tangkap bola, asinan (melompat ke dalam gambar kotak-kotak dengan rules yang berlaku), melewati rintangan, cari papan titian, atau pergi ke kolam renang (lakukanlah untuk sekalian melatih anak berenang ataupun sekedar bermain air.

  • Tidur Cukup Minimal 8 Jam Per-hari

Jangankan anak-anak, orang dewasa yang kurang tidur pun akan susah sekali untuk fokus ketika beraktivitas. Sikap impulsif juga mudah sekali terangsang akibat mengantuk.

  • Cukupkan Pula Permainan Indoor

Karena tidak mungkin anak-anak seharian di luar rumah, maka cukupkan pula kebutuhan bermainnya di rumah.

Bermain puzzle dapat menjadi pilihan yang utama. Mulailah dari puzzle yang 9 pcs, lalu meningkat secara bertahap jika si kecil sudah menguasai setiap tahapnya.

Selain puzzle, dapat juga mencari permainan seperti panahan, tembakan, atau dart game, dsb, yang memiliki target atau tujuan untuk dipanah maupun dilontarkan.

Buat anak balita, bisa banget memilih permainan lempar gelang untuk masuk ke dalam kerucutnya.

  • Bacakan Dongeng Sebelum Tidur

Membacakan dongeng sebelum tidur dapat membangun daya imajinasi anak, kemampuan berpikir, dan bisa membangun bonding serta interaksi antara orang tua dengan anak-anak.

Jika anak sudah bisa membaca, tuntun dia untuk membaca buku itu sendiri, kemudian tanya dia apakah dia paham dengan jalan ceritanya, atau minta saja dia ceritakan kembali isi dari buku dongengnya itu.

  • Jalin Komunikasi Intens dengan Anak

Pastikan anak-anak paham dengan pertanyaan agar dapat menjawab dengan tepat, jadi rutinlah memberi pertanyaan bagi anak.

Kalau bingung, mulailah dengan kata 'apa', 'dimana', 'kapan', 'siapa', 'bagaimana', 'mengapa', dan selanjutnya.

  • Biarkan Anak Mandiri
Ijinkan anak-anak melakukan apapun sendiri untuk dirinya ya, Parents, terutama untuk hal-hal yang sederhana saja seperti makan sendiri, mandi sendiri, sisir rambut sendiri, memakai baju dan celana sendiri, memakai kaos kaki dan sepatu sendiri, bahkan buang air kecil sendiri.
Anak Hebat
Ketika dia makan sendiri dan membantu maminya memarut keju untuk membuat kue.
Sumber Foto: Pribadi

  • Libatkan Anak dalam Pekerjaan Rumah Orangtuanya

Misalnya saja saat orang tuanya sedang menyapu ruangan, biarkan saja si kecil juga pegang sapu ya, Parents, karena ada loh orang yang sampai dewasa tidak tahu caranya pegang sapu, tidak bisa mengupas buah sendiri, dn sebagainya.

Jadi bebaskan anak-anak kreatif di dalam rumah asal masih dalam ranah aman dan nyaman bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan sekitarnya.

  • Screening di DSA

Kalau dirasa anak masih tetap membutuhkan bimbingan dan terapi di Klinik Tumbuh Kembang, segera lakukan screening di Dokter Spesialis Anak.

Kemudian jika ingin tak mengeluarkan biaya sepeser pun, selama anaknya belum berusia 7 tahun, maka langsung saja minta rujukan di Faskes 1 BPJS untuk konsultasi ke DSA.

Konon kabarnya sih sekali terapi di klinik terapinya anakku ini, dibebankan biaya 300rb perkunjungannya, sedangkan untuk terapi tidak hanya butuh sekali waktu saja karena sistemnya berkelanjutan.

Baca juga:




Komentar

  1. Perjuangan banget ya bund.
    Mengurus anak ADHD ternyata nggak cuma soal terapi di klinik, tapi juga soal konsistensi di rumah. Salut sih sama semangatnya buat terus mendukung anak dengan berbagai cara, mulai dari memborong puzzle sampai rajin ngajak main ke taman biar anak makin berkembang.

    BalasHapus
  2. Masyaallah. Bahkan sejak dapat jadwal terapi aja harus war dulu, ya. Memang terapi dan konseling itu berfungsi untuk memberi arahan apa saja yang sebaiknya dilakukan ortu sehari-hari. Sebab, yang paling ngefek ya emang stimulasi di rumah. Keren dirimu, Mom!

    BalasHapus
  3. Aku bisa merasakan hypp ewarnya nih mbak pasti deg-degan juga ya. Alhamdulillah berhasil ngewar untuk konsulnya. Hihihi jawabannya memang gak salah kok saat ditanya sekolah di mana dekat saja, itu jawaban aku kalau malas ditanay2 orang gak di kenal.
    Sabar ya semua berpproses lewat konsulnya Insya Allah akan ada hasilnya. Ikut mendoakan supaya ngeawr selanjutnya selalu dapat

    BalasHapus
  4. Saya percaya anak istimewa tentunya dirawat oleh orang tua yang istimewa juga. Gak terbayangkan bagaimana sabarnya Mbak Annisa saat harus WAR dulu demi sebuah pendaftaran terapi. Semua berproses dan butuh ketelatenan yang tidak sedikit ya Mbak.

    BalasHapus
  5. Sukses selalu buat bunda Annisa yang selalu berbagi tips keren. Sukses juga buat anak-anaknya, semoga dengan perawatan yang luar biasa dari Bunda Annisa sang putera bisa bertumbuh kembang dengan optimal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetap semangat kak Annisa untuk mengurus anaknya yang ADHD. Semoga lekas sembuh dengan terapi2 yang dilaksanakan. Tetap semangat. Btw, saya baru tahu kalo ada anak ADHD sampai 4x terapi. Thanks infonya.

      Hapus
  6. kalo baca tanya jawabnya kayaknya kok baik-baik aja ya?
    Anak seumur dia kan belum bisa menjawab alamat secara detail
    Eniwei seneng banget kemajuan terapi ADHD udah maju banget
    Anakku nomor 2 juga mirip alami ADHD, tapi dulu sih belum berkembang sperti sekarang

    BalasHapus
  7. MasyaAllah. Selalu diberi kelancaran dalam prosesnya. Semakin membaik keadaannya. Alhamdulillah perkembangannya sangat terasa ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tetap semangat ya kak, perjuangan mengurus amanah Allah prosesnya panjang agar anak bisa berkembang tumbuh dengan sempurna

      Hapus
  8. Masya Allah.. Mbak Annisa adalah ibu yang hebat. Perjuangan sudah dimulai dari war jadwal konsultasi, lalu menjalankan terapi. Dan salah satu kuncinya itu mengajak banyak aktivitas di luar rumah ya, Mbak. Dan membaca dongeng sebelum tidur ternyata sangat membantu juga .

    BalasHapus
  9. Semoga selalu diberi kemudahan dalam mendampingi anak adhd ya mbak
    Terus semangat menemani anak terapi dan berproses

    BalasHapus
  10. Melepas anak dari gadget itu tidak mudah. Tapi bukan berarti tidak bisa

    Anak saya baru dua mingguan ini masuk pondok pesantren. Terlihat perbedaannya antara biasa dengan gadget sekarang tidak pegang gadget

    Semoga sehat selalu ya putra putri kita

    BalasHapus
  11. Semangat selalu kak Nisa, inshaAllah lancar dan mudah dalam proses terapi si dedek. Apalagi mantap pula kerjasama orangtua dan dokter. Yang penting jangan lupa juga Kak Nisa jaga kesehatan ya.

    BalasHapus
  12. Ka Annisaa.. Aku ikutan belajar step by stepnya nih..
    Anakku uda kelas 6, tapi mashaAllaa.. kalau disuru belajar, ayaa wee alesannya.
    Iih..meuni gemeesss.. tapi tetepp, pencitraan ibuk Nikwil kudu dijaga.. wkwkkw, engga diink!
    memang kadang yaah.. orangtua tu kudu tegas siih yaa.. Aku kadang masih "kalah" sama anak. Terutama sama anak kedua. Ngerasa anak bungsu, jadi aku sayangnya "merusak".

    Nuhun ka Annisa uda berbagi.
    Aku catet point penting yang bisa aku lakukan di rumah untuk terapi mandiri anakku.

    BalasHapus

Posting Komentar